PadaHari I tidak terjadi masalah apapun. Namun di hari II lilin penerangan tertiup angin dan mati. Merasa Lebih Baik Dari Orang Lain Total Views: 666 Share : Facebook Twitter Google+ Page 1 of 3 | 1 2 3 > andyk02 - 18/07/2010 11:56 PM #1 [-jangan masuk-] Merasa Lebih Baik Dari Orang Lain. Suatu ketika 4 orang pertapa sepakat pantang Kondisiini membuat setiap orang di dalam tim merasa ikut terlibat dan tak ada yang terbelakang. Kondisi ini membuat tim dapat menyelesaikan tiap tahap pekerjaan dengan baik. Berdasarkan temuan ini, kerjasama dalam hal pekerjaan dapat terjalin jika tiap orang yang terlibat di dalamnya saling mengenal satu sama lain dengan saling berkomunikasi. Ketikaperasaan itu muncul, orang akan terlihat menyia-nyikan orang yang tulus mencintaimu. Ketika kamu menyia-nyiakan orang lain akan meninggalkan goresan luka di hati yang terdalam. Saat orang tersebut menghilang, kita akan merasa kehilangan dan penyesalan akan datang. Berikut kata-kata jangan menyia-nyiakan seseorang yang tulus mencintaimu Vay Tiền Nhanh. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Si A dan si B sedang belajar di rumah masing-masing. Besok ujian Matematika. Kata guru, ada seratus soal pilihan ganda. Semua bahan ajar telah disampaikan, tidak terkecuali contoh-contoh soal. Kedua anak itu belajar ujian tiba. Berlomba dengan waktu, mereka mengerjakannya. Beberapa hari kemudian, hasilnya keluar. Si A beroleh nilai 50, karena berhasil menjawab 50 soal dengan benar. Si B mendapat 80. Dalam hatinya, si B merasa diri lebih baik dari si A. Hidup adalah kompetisi. Sebagian menyadari, karena itu muncul dengan alamiah, sebagai akibat dari interaksi dengan orang lain. Bila hidup sendirian dalam gua, beda cerita. Terjadinya di mana-mana. Bisa dalam sekolah, pekerjaan kantor, mencari pasangan, mengikuti segala lomba, dan lainnya, yang melibatkan banyak orang. Tiap-tiap orang punya strategi. Tiap-tiap orang ingin mencapai hasil kompetisi telah keluar, ada yang puas, ada pula yang kecewa. Ada yang berpendapat bahwa kita tidak perlu membanding-bandingkan diri dengan prestasi orang lain. Ini bisa memicu rasa iri dan mengganggu emosi jiwa. Ada pula yang beranggapan bahwa dengan mengukur pencapaian diri berdasarkan hasil orang lain, bisa menggairahkan motivasi untuk lebih lagi berjuang seperti orang itu. Jika dia bisa, mengapa saya tidak?Keduanya benar dengan argumen masing-masing. Efektif pula manfaatnya ketika diaplikasikan pada saat yang tepat. Tetapi, salah, jika digunakan untuk membenarkan kemalasan, sehingga hasil yang diperoleh seadanya. Saya akan melengkapi pandangan itu. Namun, lebih kepada soal rasa. Bagaimana seandainya pencapaian kita lebih bagus dari orang lain, sehingga kita merasa lebih baik? Bolehkah merasa lebih baik? Bolehkah si B pada ilustrasi di atas merasa lebih baik dari si A? Sangat ukur kemajuanDengan mendapat 80 yang memang lebih bagus dari 50, si B menilai dirinya dapat berpikir lebih pintar daripada temannya. Berarti, kemampuan otaknya bagus, meskipun masih bisa dimaksimalkan sehingga beroleh nilai 100. 1 2 3 Lihat Gaya Hidup Selengkapnya Sahabat, tidak bisa disangkal, dalam pergaulan dengan sesama manusia kita sering bertemu dengan orang-orang yang levelnya lebih rendah dari diri kita, baik secara keilmuan, pengalaman, harta benda, bahkan juga secara pemahaman agama, akhirnya kita tergoda untuk merasa diri lebih baik dari orang lain. “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang lain.” HR Muslim no. 2865 Sayangnya, dalam Islam kita tidak dianjurkan untuk merasa diri lebih baik dari yang lainnya, sekalipun nyata-nyata kita memang tampak lebih superior dibanding sesama. Misalnya… Jelas-jelas sedekah dan wakaf kita jauh lebih besar di antara yang lain, prestasi keilmuan kita jauh lebih tinggi, jam terbang profesional kita jauh lebih banyak, secara fisik kita jauh lebih kuat atau rupawan, tetap saja Allah dan RasulNya menganjurkan kita untuk rendah hati dan tidak merasa diri lebih baik dari siapapun. Ada beberapa alasan mengenai hal ini, di antaranya 1. Pernyataan “Aku lebih baik dari dia!” menyerupai pengakuan Iblis yang membuatnya terhina karena kesombongan Bukankah dahulunya Iblis merupakan salah satu makhluk Allah yang ahli ibadah? Akan tetapi disebabkan keengganannya mengakui Adam sebagai makhluk yang lebih sempurna darinya, Iblis pun melanggar perintah Allah. “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud di waktu Aku menyuruhmu?” Iblis menjawab, “AKU LEBIH BAIK DARIPADA DIA Adam Engkau menciptakan aku dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” QS. Al-A’raf 12 Jelas bahwa merasa lebih baik dari yang lain merupakan salah satu sifat Iblis yang tak pantas untuk ditiru. Baca juga Jangan Menodai Hati 2. Kita tidak tahu derajat kemuliaan kita di hadapan Allah Bisa saja kita merasa diri lebih baik menurut perhitungan kita sendiri, namun ketahuilah bisa jadi di hadapan Allah perhitungan tersebut tidak berlaku. “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati-hati kalian dan perbuatan-perbuatan kalian.” HR. Muslim Siapa yang mengetahui isi hati dan nilai perbuatan selain Allah? Maka, berhati-hatilah terjebak perasaan lebih baik, lebih shaleh, lebih taqwa, lebih dermawan, karena kita tak benar-benar tahu derajat kemuliaan kita di hadapan Allah. 3. Merasa lebih baik adalah benih ujub, akar kesombongan Perasaan bahwa diri kita lebih baik dibandingkan yang lain merupakan benih sifat ujub alias bangga diri yang merupakan akar dari kesombongan. Allah telah menegur hamba-hambaNya yang menyatakan diri suci diakibatkan amal ibadah yang mereka lakukan, bahwa sesungguhnya perasaan tersebut tidak diperkenankan. “Janganlah menyatakan diri kalian suci! Sesungguhnya Allah yang lebih tahu manakah yang baik di antara kalian.” HR. Muslim no. 2142 4. Merasa diri lebih baik berpotensi melalaikan kita dari dosa-dosa dan aib diri sendiri Ketika kita merasa lebih baik, artinya kita membandingkan diri dengan orang lain dan kemudian merasa aman’ karena menganggap amalan kitalah yang lebih banyak atau dosa kita lebih sedikit. “Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 592, shahih secara mauquf. 5. Sifat merasa diri lebih baik dan jauh dari tawadhu’ akan membawa akibat buruk kelak di hari kiamat Qatadah berkata, “Barangsiapa yang diberi kelebihan harta, atau kecantikan, atau ilmu, atau pakaian, kemudian ia tidak bersikap tawadhu’, maka semua itu akan berakibat buruk baginya pada hari kiamat.” Sahabat, sangat mungkin Allah lebih mencintai orang yang amalannya tidak banyak namun ia merasa dirinya hina, dibandingkan seseorang dengan amalan melimpah namun ia merasa dirinya suci. Mudah-mudahan kita tak menyepelekan perasaan diri sendiri lebih baik’ dari hamba Allah yang lain, karena begitu banyak keburukan di balik perasaan ini. Wallaahualam. SH Baca juga Makna Hijrah “Hati Beriman Jejak kan Cerah” Selasa, 26 Zulqaidah 1444 H / 26 September 2017 1905 wib views Oleh Badrul Tamam Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya. Ketika seseorang ibadah kepada Allah maka ia tertuntut untuk ikhlas, benar dalam mengerjakannya, mencintai ibadah itu, menyadari nikmat Allah pada ibadah yang ditegakkannya, mengakui ada ketidaksempurnaan ibadahnya, dan tidak ada jaminan ibadah itu diterima. Saat ia mampu beribadah maka ia terancam tidak ikhlas, menyelisihi sunnah, lupa nikmat, merasa diri hebat, dan sudah memberikan hak Allah sehingga merasa Allah wajib’ menerima dan memberinya pahala. Ini sikap tidak baik pada orang yang lupa diri. Ini sangat berbeda dengan orang-orang shalih yang diabadikan dalam Al-Qur'an. Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman, وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, karena mereka tahu bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” QS. Al-Mukminun 60 Maksudnya mereka senantiasa mengeluarkan sedekah, infak, nafkah, dan bantuan-bantuan. Kondisi hati mereka dengan banyaknya amal-amal terebut dipenuhi rasa takut. Yaitu takut kalau Allah tidak menerima amal-amal mereka. Diriwayatkan dari 'Aisyah Radliyallaahu 'Anha berkata, “Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tentang ayat ini, apakah mereka orang-orang yang minum khamer, pezina, dan pencuri? Beliau menjawab, “Tidak, wahai putri al-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, menunaikan shalat dan shadaqah namun mereka takut kalau amalnya tidak diterima.” HR. Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad. Dishahihkan Syaikh al-Albani Oleh sebab itu, siapa yang mendapatkana taufiq dari Allah untuk beramal shalih janganlah ia memandang dirinya sebagai manusia suci yang pasti selamat dari neraka dan terjamin surga. Akibatnya, lemah isti’anah dan tawakkal kepada Allah. Diikuti keleemahan rasa takut terhadap rencana tersembunyi makar Allah terhadap dirinya. Juga lemah roja’ pengharapan kepada ampunan dan rahmat-Nya. [Baca Bahaya Merasa Aman dari Makar Allah] Ujub bangga diri dengan amal melahirkan kesombongan sehingga memandang rendah orang yang tidak beramal seperti amalnya. Boleh jadi orang-orang tersebut lebih dekat kepada Allah dengan amal lain. Al-Allamah Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah berkata, إذا فتح الله عليك في باب قيام الليل ، فلا تنظر للنائمين نظرة ازدراء . وإذا فتح الله عليك في باب الصيام ، فلا تنظر للمفطرين نظرة ازدراء. وإذا فتح الله عليك في باب الجهاد ، فلا تنظر للقاعدين نظرة ازدراء . فرب نائم ومفطر وقاعد .. أقرب إلى الله منك “Jika Allah Ta’ala membukakan untukmu pintu memudahkan shalat malam, jangan memandang rendah orang yang tertidur. Jika Allah membukakan untukmu pintu puasa sunnah, janganla memandang rendah orang yang tak berpuasa. Dan jika Allah membukakan untukmu pintu jihad, maka jangan memandang rendah orang yang tak berjihad. Sebab, bisa saja orang yang tertidur, orang yang tidak berpuasa sunnah dan orang yang tak berjihad itu lebih dekat kepada Allah ketimbang dirimu.” Kemudian beliau melanjutkan, وإنك أن تبيت نائماً وتصبح نادماً خير من أن تبيت قائماً وتُصبح معجباً ، فإنَّ المُعجَب لا يصعد له عمل "Sungguh, engkau ketiduran sepanjang malam lalu menyesal di waktu pagi, lebih baik daripada melewati malam dengan ibadah tapi merasa bangga di pagi hari. Itu karena orang yang sombong, amalannya tidak akan naik ke sisi Allah." Madarij As-Salikin 1/177. Orang yang tertawa sambil mengakui dosa dan kekurangan dirinya itu lebih baik daripada orang yang menangis sambil merasa diri sebagai orang shalih. [Baca Jangan Tertipu Dengan Amalmu!] Para pendosa yang menangisi dosanya lebih dicintai Allah daripada tukang dzikir yang membanggakan dirinya. Karena boleh jadi, Allah akan memberikan obat atas penyakit dosanya. Sedangkan orang yang berbangga tersebut meninggal di atas ujub dan kesombongannya sementara ia tidak mengetahuinya. Wallahu A’lam. [PurWD/ Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita! +Pasang iklan Gamis Syari Murah Terbaru Original FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai. Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas? Di sini Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan > jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub 0857-1024-0471 Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller NABAWI HERBA Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon 60%. Pembelian bisa campur produk > jenis produk.

jangan merasa lebih baik dari orang lain